Thursday, December 9, 2010

Stratifikasi Sosial

STRATIFIKASI SOSIAL DI MASYARAKAT

PENGANTAR

Masyarakat merupakan sekelompok sumber daya manusia yang dapat dan senantiasa mempunyai penghargaan tertentu terhadap hal-hal tertentu. Dan hal itulah yang membuat masyarakat senantiasa berusaha untuk meraih penghargaan serta meraih kehidupan yang baik. Oleh sebab itu terdapatlah beberapa lapisan atau stratifikasi sosial dalam masyarakat.
Stratifikasi sosial merupakan suatu konsep dalam sosiologi yang melihat bagaimana anggota masyarakat dibedakan berdasarkan status yang dimilikinya. Status yang dimiliki oleh setiap anggota masyarakat ada yang didapat dengan suatu usaha (achievement status) dan ada yang didapat tanpa suatu usaha (ascribed status). Stratifikasi berasal dari kata stratum yang berarti strata atau lapisan dalam bentuk jamak.
Adanya lapisan masyarakat dapat terbentuk dengan sendirinya ataupun dengan sebuah proses. Apabila dengan sebuah proses, itu biasanya proses tersebut ditentukan beberapa faktor antara lain : kepandaian, usia, sistem kekerabatan, dan harta dalam batas-batas tertentu. Serta ada beberapa alasan yang dipakai oleh beberapa daerah.

Contoh kasus stratifikasi social salah satunya adalah orang miskin atau tidak mampu di larang sekolah. musim baru pendidikan telah tiba membawa serta berbagai  hal baru. Ada baju (seragam) baru, sepatu baru, kaus kaki baru dan tas baru. Juga ada topi baru, dasi baru dan tentu saja sederetan kebijakan baru, baik itu dari pemerintah, yayasan maupun sekolah. Namun yang lebih penting dari semuanya adalah semangat dan motivasi baru untuk mengefektifkan  proses  belajar-mengajar demi meraih  sukses (gemilang)  di musim UAN-UAS  tahun  2011.

      Berhadapan dengan semua kebaruan ini sikap dan disposisi  batin orangtua  siswa tentu bervariasi. Bagi orangtua  konglomerat dan pejabat birokrasi menghadapi musim baru  pendidikan dengan label serba baru bukan masalah.  Mereka dengan wajah  sumringah memperlihatkan senyumnya yang tersungging bahagia.  Biaya sekolah yang mahal  bukan  perkara yang sulit bagi mereka. Anak-anak mereka pun  tampak riang dan ceria saban hari di sekolah.  Sambil  duduk manis di dalam ruang kelas mereka menyimak dengan saksama semua yang diajarkan bapak-ibu guru.

       Sementara bagi  orangtua  pegawai  biasa, yang ada pada mereka hanyalah  semangat untuk membangun optimisme dalam menata hari esok menjadi  lebih baik. Anak-anak mereka umumnya menampakkan dua wajah sekaligus dalam interaksi sosialnya dengan teman-teman dan para guru di sekolah: kadang tampak girang, namun tidak jarang wajah mereka berbalutkan  duka nestapa tatkala mengenang kembali kesahajaan hidup dan  kekurangmampuan  orangtuanya yang sedang menantikan dengan rindu kedatangan mereka di rumah. 

      Lantas, bagaimana   dengan orangtua yang petani, tukang, buruh, wiraswastawan  kecil dan profesi-profesi  selevelnya? Di antara mereka  ada yang masih dengan setia menyulam asa yang tersisa untuk menyiasati  kemiskinan yang  sedang  menerpa mereka, kendatipun  itu  terasa  berat.  Kebanyakan  mereka hanya  pasrah  sambil  bergumam, "Selamat tinggal pendidikan, selamat tinggal  sekolah. Jauhilah kami,  sebab kami tidak mampu menggapaimu. Kami tidak sanggup menanggung mahalnya biaya pendidikan  yang lahir dari rahim kebijakan para penguasa.  Rangkullah  erat-erat  para  konglomerat.
     Peluklah  dengan mesra  kaum kapitalis. Ziarah  kami  untuk  melancong di  rimba pendidikan  berakhir di sini. Karena pintu sekolah hanya terbuka  bagi  orang kaya. Dan kami, orang miskin,  dilarang sekolah."

     Tetapi ada juga yang dengan polos mendatangi para wakilnya di Dewan dan Pemerintah Kota untuk sekadar mengadu serentak memohon kalau dapat anak-anak mereka bisa diakomodir di sekolah negeri karena sekolah swasta semuanya mahal. Dan gayung pun bersambut, pemerintah (kota) akhirnya merestui tuntutan para orangtua dan berlakulah kebijakan penambahan ruang belajar baru di sekolah-sekolah negeri.




    BAHASAN
     kebijakan Pemerintah Kota menambah ruang belajar baru di sekolah-sekolah negeri tidak bermaksud untuk mematikan sekolah-sekolah swasta yang sedang eksis saat ini. Pemerintah kota hanya melaksanakan amanat undang-undang untuk membuka ruang seluas-luasnya bagi masyarakat pencari pendidikan. Bahkan pemerintah berjanji akan membantu sekolah-sekolah swasta dengan menempatkan guru-guru negeri di sekolah swasta.

     Memang di mana-mana orang miskin selalu kesulitan mendapatkan akses untuk menikmati pendidikan secara memadai karena mahalnya biaya yang tidak terjangkau,  terutama di sekolah-sekolah swasta. Mereka memilih tidak akan  menyekolahkan anak-anaknya di sekolah swasta apabila sekolah negeri tetap ngotot menolak anak-anak mereka.  "Anak saya sudah putus asa, dia tidak mau sekolah, apalagi di sekolah swasta” kata salah seorang buruh. Lagi-lagi, sekolah swasta diidentikkan  dengan biaya mahal. Dan kemahalan selalu menjadi momok yang menakutkan para orangtua siswa.  Karenanya perlu diwacanakan untuk dipertimbangkan dalam  bingkai kebijakan  pemerintah  bersama yayasan.

     Terdapat cukup banyak argumentasi yang berseliweran  manakala orang memperbincangkan pendidikan. Ada sebagian besar masyarakat  yang dengan ekstrem  menawarkan kebijakan  pendidikan gratis sehingga semua anak bangsa bisa menikmatinya. Yang lain mengusulkan agar pendidikan tidak  boleh gratis, tetapi bisa dikelola dengan biaya murah.  Sementara itu ada juga segelintir orang yang dengan tegas menolak  pendidikan murah, apalagi  gratis. Mereka tetap bersikukuh  mempertahankan model dan kebijakan pendidikan dengan biaya mahal.  Argumentasinya adalah bahwa mahalnya biaya  pendidikan berbanding lurus dengan tingginya mutu lulusan.  Apakah benar demikian?  Mungkin ya, mungkin juga tidak!
      Tetapi untuk sekolah gratis,  rupanya  masih harus dipikirkan  lagi secara matang, sebab kebijakan demikian tidak saja mengamputasi tanggung jawab dan partisipasi orangtua dalam menyediakan sumber daya manusia yang berkualitas, tetapi juga menghancurkan eksistensi sekolah swasta yang sedang giat-giatnya mengambil bagian dalam proses pencerdasan anak  bangsa. Banyak sekolah swasta yang akan hancur berantakan, bahkan mati apabila pemerintah memberlakukan kebijakan sekolah gratis. Ini yang perlu diwaspadai semua pihak. Oleh sebab itu, strategi yang perlu ditempuh pihak yayasan supaya sekolah swasta tidak mengalami mati suri adalah dengan merancang sebuah model pendidikan murah sekaligus juga mengedepankan kualitas yang terjamin. Dan pemerintah dengan program pendidikannya yang holistik harus memberikan perhatian  penuh kepada sekolah-sekolah swasta melalui subsidi,  karena in concreto mereka (baca: sekolah swasta) juga memiliki kontribusi yang luar biasa besar bagi pembangunan bangsa demi mewujudkan bonum commune.

Diskursus yang agak plastis muncul ketika orang menguliti pendidikan dengan  label 'murah'. Pendidikan dengan ongkos murah itu lebih banyak manfaatnya daripada mudaratnya.  Pertama, dengan pendidikan murah dapat dipastikan bahwa hampir semua anak bangsa memiliki peluang untuk merasakan indahnya masa-masa sekolah. Pendidikan murah juga dapat membuat banyak orang merasa gembira, terlebih para peserta didik. Dan pada dasarnya kegembiraan merupakan conditio sine  qua non bagi  tercapainya  tujuan  pendidikan. Sebab dalam kegembiraan  siswa dengan leluasa dapat mengikuti proses belajar-mengajar  serta mengerjakan berbagai tugas dengan suka ria dan penuh  tanggung jawab. Sebaliknya, dalam keadaan murung dan tertekan, aktivitas  belajar-mengajar tidak beda dengan  upaya  membuang garam  di laut.  Tidak ada  manfaat  yang didapatkan  dari  proses  pembelajaran  yang sarat dengan ketegangan.

      Kedua, pendidikan  murah bisa memperkuat legitimasi  rakyat  terhadap negara, serentak pula memenuhi tugas pokok negara.  Artinya dengan pendidikan murah peran dan posisi  negara  akan semakin kuat.   

      Ketiga, sekolah murah juga dapat menyudahi  kecenderungan  banyak lembaga pendidikan yang lebih berorientasi  komersial.  Pertanyaannya adalah, bagaimana caranya agar mimpi tentang sekolah murah itu  bisa terwujud?

      Ada beberapa cara yang bisa ditempuh.  Pertama, karena selama ini  yang menerapkan biaya mahal umumnya sekolah-sekolah swasta, maka untuk menekan kecenderungan seperti itu pemerintah perlu menyiapkan anggaran subsidi dalam jumlah besar bagi sekolah-sekolah swasta. Pemerintah tidak boleh diskriminatif dalam mengambil kebijakan terkait pengalokasian anggaran di bidang pendidikan dengan membuat pemisahan terlampau tegas antara sekolah negeri dan sekolah swasta. Dengan demikian, sekolah-sekolah swasta bisa menurunkan  biaya pendidikan sehingga  para orangtua dapat menyekolahkan  anak-anaknya di sekolah swasta. Karena bagaimana pun kedua lembaga ini sama-sama berkiprah dalam domain usaha mencerdaskan anak bangsa.

       Kedua, perlu ditumbuhkembangkan semangat solidaritas dalam diri siswa sehingga sejak dini mereka sudah memiliki kepedulian sosial untuk membantu sesama temannya yang berkekurangan. Pihak sekolah harus dengan berani dan terbuka membicarakan realitas faktual yang ada bersama orangtua siswa. Bahwa di sekolah ada banyak siswa yang tidak mampu membiayai pendidikan karena faktor terbatasnya ekonomi keluarga. Karenanya para siswa diimbau agar setiap hari dapat menyumbang sedikit dari uang jajannya untuk membantu membiayai pendidikan teman-temannya yang kurang mampu. Besaran dana solidaritas tergantung kesepakatan antara sekolah dengan orangtua.

       Ketiga, sekolah perlu menggalakkan gerakan cinta almamater dengan mengundang para alumni untuk mengadakan reuni secara periodik.  Reuni merupakan kesempatan bagi para alumni untuk memberikan sumbangan, baik berupa pemikiran mengenai masa depan sekolah, juga berupa bantuan material kepada almamater. Selain reuni yang sifatnya musiman, para alumni juga perlu mengembangkan rasa memiliki serta memantapkan tanggung jawab untuk menjadi donatur tetap bagi masing-masing lembaga di mana mereka tamat.

      Keempat, manajemen sekolah perlu menumbuhkembangkan koperasi sekolah, sehingga para siswa dapat meminjam dan memanfaatkan uang koperasi untuk melunaskan seluruh komponen biaya pendidikan. Tentu saja semua prosedur dan sistem pinjam-meminjam sebagaimana lazim berlaku di koperasi harus tetap dipelihara dengan mengedepankan prinsip maju bersama menantang badai hari esok. Apabila keempat cara ini dijalankan dengan manajemen yang jelas, terarah dan transparan, maka dambaan untuk memberlakukan biaya murah di sekolah-sekolah swasta  dapat  terwujud. Dengan  demikian semua anak, baik dari kalangan orangtua berada maupun yang berasal dari orangtua kurang mampu tetap memiliki hak serta kesempatan  yang sama untuk menikmati pendidikan  secara adil  dan merata. Jika tidak, maka tudingan serta celotehan masyarakat mengenai kenyataan komersialisasi pendidikan yang hanya mengakomodasi anak-anak orang kaya selama ini semakin mendapatkan pembenarannya. Itu berarti orang miskin tetap dilarang sekolah.
ANALISA/KESIMPULAN
      Stratifikasi sosial merupakan suatu konsep dalam sosiologi yang melihat bagaimana anggota masyarakat dibedakan berdasarkan status yang dimilikinya. Adanya lapisan masyarakat dapat terbentuk dengan sendirinya ataupun dengan sebuah proses. Apabila dengan sebuah proses itu biasanya proses tersebut ditentukan beberapa faktor antara lain : kepandaian, usia, sistem kekerabatan, dan harta dalam batas-batas tertentu. Serta ada beberapa alasan yang dipakai oleh beberapa daerah.
Perpindahan lapisan atau startifikasi sosial disebabkan mobilitas sosial. Dan berkaitan dengan mobilitas ini maka stratifikasi sosial memiliki dua sifat, yaitu stratifikasi terbuka dan stratifikasi tertutup. Stratifikasi tertutup adalah stratifikasi di mana tiap-tiap anggota masyarakat tersebut tidak dapat pindah ke strata atau tingkatan sosial yang lebih tinggi atau lebih rendah. Sistem lapisan masyarakat tertutup, membatasi kemungkinan pindahnya seseorang dari satu lapisan ke lapisan yang lain. Baik yang merupakan gerak ke atas atau ke bawah.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Stratifikasi: Kekayaan, Kekuasaan (Power), Kehormatan/ kebangsawanan, dan Pendidikan. Dalam sistem stratifikasi sosial tertutup bersifat tetap. Satu-satunya jalan supaya berada pada suatu lapisan kelas tertentu adalah melalui kelahiran. Pada stratifikasi ini, gerak sosial tidak dapat terjadi karena seseorang tidak dapat naik, atau bahkan turun ke kelas sosial lainya.


Wednesday, November 17, 2010

WARGA MERAPI ENGGAN MENGUNGSI



Warga lereng Merapi di daerah Klaten hingga Senin (25/10.2010) siang masih belum mendapat perintah segera mengungsi. Mereka juga terlihat enggan meninggalkan kampung halamannya untuk mengungsi. Alasannya, mereka trauma dengan peristiwa pengungsian tahun 2006 yang sangat merugikan warga.

Musiyem warga Deles, Kemalang, Klaten, Senin siang masih melakukan aktivitas seperti biasa. Dia tetap mencarikan rumput untuk ketiga ekor sapi piaraannya. Sapi itu telah dipiara dan dibesarkannya selama empat tahun terakhir, tepatnya pasca erupsi Merapi tahun 2006.

Saat itu seluruh warga di kampungnya dipaksa mengungsi dari rumah karena ancaman bahaya Merapi. Mereka mengungsi di tenda pengungsian yang disediakan pemerintah di lapangan Desa Dompol, Kemalang, Klaten.

Namun hingga pengungsian berakhir desa Deles memang tidak terkena muntahan lahar, paling parah hanya terkena hujan abu. Kawasan tersebut terlindungi oleh salah satu bukit anak Merapi yang oleh warga biasa disebut Gunung Biyung Bibi. Anak gunung ibarat tameng dari bencana Merapi bagi warga Kemalang secara turun-temurun.

Padahal karena harus mengungsi dan hanya orang yang disediakan tempat pengungsian, akhirnya seluruh ternaknya dijual secara murah. Tanaman di lahan garapan juga terbengkelai karena tak dirawat.

"Belum lagi perlakukan saat di pengungsian. Makannya susah, pulangnya juga tidak diberi modal apapun. Saat itu kami pulang sudah layaknya gelandangan saja. Tidak punya apa-apa. Sampai di rumah juga harus mulai dari awal lagi. Setelah empat tahun, kini kami sudah punya tiga ekor sapi lagi," papar Musiyem.

Karenanya dia terus menghindar saat ditanya apakah dia akan ikut mengungsi jika nantinya Pemkab Klaten memerintahkan pengosongan kawasan hunian yang dianggap berbahaya terkena letusan Merapi. Dari pandangan dan ekspresinya kelihatan sekali dia tidak senang meninggalkan rumahnya untuk mengungsi.

Jawaban lebih jelas disampaikan Martono, warga dusun Pajegan, Desa Tegalmulyo, Kemalang. Pajegan adalah salah satu kawasan hunian tertinggi di lereng Merapi daerah Klaten. Lokasi hunian itu hanya berjarak 2 kilometer dari puncak Merapi. Tahun 2006 lokasi tersebut terselamatkan oleh bukit Biyung Bibi dari semburan awan panas Merapi.

"Daerah kami selama ini selalu aman dari bahaya Merapi. Kami yakin tahun inipun pemukiman kami aman. Namun jika diminta mengungsi, kami akan mematuhi perintah itu. Hanya saja harapan kami, bukan hanya manusia saja yang diungsikan, tolong hewan piaraan juga diberi tempat untuk di pengungsian." papar Martono yang saat ini memiliki lima ekor sapi dan beberapa ekor kambing.

Martono mengatakan, hewan ternak adalah harta kekayaan warga di pedesaan. Warga tidak mungkin nyaman di pengungsian selama hewan ternaknya tetap berada di pemukiman. Padahal lokasi rumah dengan lokasi pengungsian sangat jauh. Jika pemerintah tidak diperhatikan masalah tersebut maka pemerintah justru dinilai menelantarkan nasib warga.

PENYEBAB WARGA YANG TINGGAL DI LERENG GUNUNG MERAPI TIDAK MAU MENGUNGSI :

  • Relokasi warga di Gunung Merapi masih sangat jauh. Jika relokasi dipaksakan maka sama saja mencabut kehidupan warga yang sudah mapan dan kebijakan ini belum tentu dapat diterima warga lereng Merapi. Sebab warga bisa menganggap itu justru malah menyusahkan dan jelas menghilangkan kearifan lokal warga lereng Merapi.
  • alasan keamanan tidak semua warga mengungsi. Para pemuda diminta untuk tetap bertahan di kampung guna menghindari kemungkinan orang jahat yang memanfaatkan keadaan.
  • Para warga lebih percaya kepada tokoh SPRITUAL dari pada aparatu pemerintah sehingga,Tidak semua warga menuruti perintah mengungsi tersebut. Juru kunci Gunung Merapi, Mbah Maridjan, misalnya, tidak juga turun meski Merapi telah mengeluarkan awan panas. Tokoh spiritual yang dikenal jadi bintang iklan tersebut tetap memilih tinggal di Desa Kinahrejo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Sampai pukul 21.00 Selasa malam, Mbah Maridjan belum tampak ikut mengungsi di lokasi pengungsian. Pada tahun 2006 silam, Mbah Maridjan pernah memicu ketegangan komunikasi karena enggan memenuhi perintah mengungsi dari aparatur setempat ketika Gunung Merepi begejolak dan dinyatakan dalam status Awas Merapi. Ketika itu, tokoh panutan warga lereng Merepi tersebut nekat memilih tinggal di kediamannya bersama warga sekitar karena berdasar prediksinya Gunung Merapi tak akan meletus. Kala itu, prediksi Mbah Mardjan memang tepat; bahaya awan panas tak akanmengamuk desanya. AKIBATNYA menit pasca erupsi Merapi sudah ditemukan korban tewas yang berasal dari desa tempat tinggal Mbah Maridjan. Tim Evakuasi yang dikirim ke rumah Mbah Maridjan sekitar pukul 22.00 WIB Selasa malam juga berhasil menemukan belasan jenazah tergeletak di sekitar rumah Mbah Maridjan dan empat jenazah lainnya berada di dalam rumah Mbah Mardjan. Setelah diidentifikasi, salah satu jenazah yang ditemukan di rumah Mbah Maridjan itu adalah seorang wartawan media online VIVAnews.com, Yuniawan Wahyu Nogroho.
  • faktor yang membuat warga Merapi berani nekat tinggal di kawasan lereng Merapi, yakni; faktor ekonomi dan faktor kultural.
  • Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta telah menaikan status Merapi dari Siaga menjadi Awas.   Sesuai dengan penetapan status itu, BPPTK merekomendasikan agar warga yang tinggal di radius 10 kilometer dari puncak Merapi untuk mengungsi. Namun rekomendasi itu sama sekali tidak mendapat tanggapan dari warga. Alasannya,  mereka enggan mengungsi karena belum menyelesaikan pekerjaan masing-masing.  Misalanya saja  mencari pasir, pergi ke ladang, hingga mengerjakan pekerjaan rumah. "Kalau belum lihat sendiri wedhus gembelnya, biasanya belum mau lari
Bagaimana Solusinya untuk mengentisipasi warga yang tinggal di lereng gunung merapi jika sewaktu-waktu akan meletus ? 
SOLUSI ANTISIPASI LETUSAN GUNUNG MERAPI UNTUK WARGA YANG TINGGAL DI LERENG GUNUNG :
  • Hal yang paling mungkin dilakukan adalah menyediakan tempat pengungsian permanen berikut sarana dan prasarana pendukung yang memadai. Sebab biasanya Gunung Merapi mengalami letusan dengan siklus lima tahunan.Yang terpenting kesiapan pada saat hadapi letusan Gunung Merapi ialah dengan membangun penampungan yang permanen. Dengan begitu penanganan kepada pengungsi bisa lebih baik.Namun, jelasnya, saat ini Provinsi Jawa Tengah masih mempertanyakan mengapa kapasitasnya hanya cukup untuk menampung 3 ribu orang. "Kalau bisa kapasitasnya ditambah lebih besar," tegas mantan Bupati Kebumen ini. Sebab, warga yang mengungsi akibat letusan Gunung Merapi mencapai puluhan ribu jiwa.Agar pendirian tempat penampungan bisa ringan maka nantinya akan ada sharing pembiayaan dengan pemerintah daerah. Dalam waktu dekat akan digelar rapat di Badan Koordinasi Wilayah (Bakorwil) Kedu antara pimpinan daerah dan sekretaris daerah di wilayah Kedu.
  • Selain itu, pemerintah juga akan membuat penujuk-penunjuk arah yang baku dan permanen. "Jika seluruhnya sudah permanen maka seluruhnya akan terdata dengan baik jika sewaktu-waktu ada letusan Gunung Merapi," tandasnya. wilayah yang berada di Kawasan Rawan Bahaya (KRB) III, yakni merupakan wilayah yang paling dekat dengan sumber bahaya dan berpotensi terlanda awan panas, aliran lava pijar (guguran/lontaran material pijar, dan gas beracun) yang bersumber dari Gunung Merapi.
  • Dalam acara halal bihalal lalu, Kepala Desa Purwobinangun Suharno ternyata juga ikut hadir dan sudah memberikan peringatan kepada warga Turgo agar waspada terkait adanya peningkatan aktivitas vulkanik belakangan ini. Ketika status Gunung Merapi dinyatakan naik secara beruntun dari “Waspada Merapi”, “Siaga Merapi” hingga akhirnya “Awas Merapi”, aparatur pemerintah – baik di Jawa Tengah maupun Yogyakarta - sudah memberikan peringatan agar semua warga di kawasan rawan bencana segera mengungsi ke tempat aman yang telah disiapkan. Peringatan itu juga disampaikan aparatur Pemerintah Kabupaten Sleman kepada warga lereng Merapi di wilayah Yogyakarta
  •  menyiapkan skenario evakuasi warga jika Gunung Merapi tiba-tiba meletus. Langkah pertama, saat status keaktifan gunung berubah menjadi waspada adalah melakukan pembaruan pendataan tentang kondisi masyarakat dan lingkungan di kawasan rawan bencana (KRB). Fokus pendataan oleh Pemkab Klaten ini adalah para pendudukrentan, yaitu anak-anak, wanita hamil, sakit, usia senja, dan warga dengan kebutuhan khusus (diffa-ble).Langkah pendataan ini seharusnya sudah mulai dilakukan oleh pemerintah. Data kependudukan untuk pengungsi yang terakhir disusun pada 2006 itu sudah tidak sesuai dengan kondisi sekarang," kata Kordinator Tim Siaga Merapi, Sukiman, di Pen-dapa Pemkab Klaten.Seandainya kelak status gunung meningkat menjadi siaga, masyarakat harus siap jika sewaktu-waktu ada perintah pengungsian. Standar operasinya, masyarakat sudah membereskan barang-barang berharga dan harta benda yang mudah dibawa. Selain itu, jalur evakuasi harus bersih sehingga perjalanan pengungsian tidak mendapat hambatan. "Saat Merapi berstatus awas, maka tidak ada lagi penduduk yang berada di lereng Merapi. Khususnya, di wilayah yang pernah dilewati awan panas
  • Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPK) Yogyakarta menyatakan kenaikan status aktivitas vulkanik Merapi dari "Aktif Normal" menjadi "Waspada". Status aktivitas vulkanik Merapi meliputi "Aktif Normal", "Waspada", "Siaga", dan "Awas". Agar pada saat evakuasinya berjalan lancar ,jadinya nanti tidak berjatuhan korban lagi menyiapkan sarana berupa tas untuk bertahan hidup para warga yang akan mengungsi.
  • Menyiapkan  tersebut berisi alas tidur, obat-obatan, tempat makanan, serta beberapa barang yang kemungkinan besar dibutuhkan warga saat mengungsi.
  • Kesiapan lain yang telah dilakukan untuk mengantisipasi bencana erupsi Merapi, kata dia, yakni menyiapkan penduduk di lereng gunung berapi ini yang akan diungsikan.
Andai saja, warga lereng Merapi di Kawasan Rawan Bahaya (KRB) III - yang paling dekat dengan sumber bahaya – itu bersedia mematuhi perintah mengungsi, boleh jadi tak akan ada korban jiwa akibat sengatan awan panas wedhus gembel. Kenapa warga lereng Merapi di Kawasan Rawan Bahaya (KRB) III berani nekad menghadapi risiko bahaya letusan Merapi,